Floating Image
Floating Image
Jumat, 15 Agustus 2025

Mahfud Sebut Vonis Hakim untuk Tom Lembong Salah karena Tak Ada Mens Rea


Oleh adminberbagi
23 Juli 2025
tentang Nasional
Mahfud Sebut Vonis Hakim untuk Tom Lembong Salah karena Tak Ada Mens Rea - TajamNews

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD saat menemui wartawan di Balairung, Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (4/02/2025).

74 views

Berbagikabar.com|JAKARTA - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai, vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong adalah salah. "Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah," kata Mahfud dikutip dari Kompas.com, Selasa (22/7/2025).

Mahfud mengakui, awalnya ia menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait impor gula sudah sesuai dengan aturan hukum.

Ketika itu, Mahfud menjelaskan bahwa seseorang dapat dijerat sebagai tersangka kasus korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

"Jadi, meskipun Tom Lembong tidak menerima dana tersebut, tapi jika memperkaya orang lain atau korporasi, maka bisa disangka korupsi jika ditambah unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara," kata dia. Namun, setelah mengikuti proses persidangan, ia menilai hakim telah melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap Tom Lembong.

Alasannya, menurut Mahfud, jalannya persidangan tidak menemukan niat jahat atau mens rea dalam perbuatan Tom Lembong. "Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat," kata Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyinggung kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong itu dilakukan atas perintah.

Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir. "Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya 'geen straf zonder schuld', artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," kata Mahfud.

Mahfud menambahkan, vonis Tom Lembong juga mempunyai sejumlah kelemahan, misalnya tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus atau perbuatan pidana yang dilakukan Tom Lembong. Pakar hukum tata negara ini juga menilai vonis tersebut lemah karena hakim membuat hitungan kerugian negaranya dengan cara sendiri, bukan merujuk pada perhitungan resmi yang dibuat oleh BPKP.

"Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma," ujar Mahfud. Oleh sebab itu, Mahfud pun mendorong Tom Lembong untuk berani meminta Pengadilan Tinggi dalam mengoreksi vonis hakim melalui banding.

Vonis Tom Lembong

Diberitakan, Tom dihukum 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam kasus korupsi impor gula. Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.


Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong. Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp 8.900 per kilogram.

Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram. “Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).


Hakim pun menilai, kebijakan Tom Lembong dalam mengimpor gula hanya mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih ekonomi Pancasila. "Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," ungkap hakim saat membacakan hal-hal yang memberatkan tindakan Tom Lembong.

Selain itu, Tom Lembong juga dinilai tidak melaksanakan asas kepastian hukum dan meletakkan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan setiap kebijakan dalam pengendalian harga gula, ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Hakim juga menilai, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara akuntabel, bermanfaat dan adil dalam pengendalian stabilitas harga gula yang murah dan terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen terakhir atau bahan kebutuhan pokok berupa gula kristal putih (GKP). "Keempat, terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan telah mengabaikan masyarakat sebagai konsumen akhir gula kristal putih untuk mendapatkan gula kristal putih dengan Harga yang terjangkau," ungkap hakim.

Penulis

adminberbagi

Berita Lainnya dari Nasional